fnc muslimah
Dear Sahabatku


Persahabatan kita telah berjalan lama sekali, bukan hanya setahun atau dua tahun tapi sudah terlampau lama dan berdebu, kita sudah saling mengerti satu sama lain, kau tahu aku, dan aku tahu dirimu, apa yang disuka atau apa yang tidak disuka. ukhuwah ini begitu nyata, begitu erat dan sepertinya sulit untuk dijelaskan, selama ini kita saling berbagi cerita baik senang maupun yang menyedihkan baik kemanisan maupun kepahitan. tapi ketika suatu hari kau menjelaskan tentang dia, tentang seorang yang kau cinta aku sungguh tertegun mendengarnya. kau menceritakan tentang seseorang yang telah meluluh lantakkan pertahanmu, kau tidak mengenalkannya padaku, tapi ku yakin ia adalah pria yang baik, kupahami itu adalah hak mu dan aku turut senang mendengarnya, tapi ketika kau bilang "besok aku akan menikah" aku benar-benar seperti diterpa guntur, bagaimana mungkin kau menceritakan hal sespesial itu satu hari sebelum pernikahanmu? ini seperti sebuah penyakit yang akan menumbuhkan penyakit baru dalam ukhuwah kita. kau mulai melupakan aku, mana kewajiban untuk menceritakan apa yang ada dibenak kita kurasa kau telah melupakannya. kau menikah dengan mendadak itu yang ku tahu, tanpa persiapan, tanpa pesta pernikahan yang mewah, semua wanita pasti ingin yang terbaik dihari yang membahagiakan untuknya. tapi dengan keadaan seperti itu kau ikhlas, kau tetap ceria dan menerima apa adanya, aku sungguh terharu melihatnya. dengan santapan ala kadarnya, dengan tamu yang hanya tetangga, keluarga dan teman terdekat saja itu cukup bagimu. subhanallah kau memang muslimah yang baik sahabatku. cintamu kepadanya yang telah membuatmu ikhlas akan keadaan yang ada. tapi ketika ibumu berkata kepadaku "sebenarnya ibu ingin iah menyelesaikan kuliahnya dulu, sekarang setelah ini iah pasti tidak bisa selesai, belum lagi kalau nanti iah punya anak, Ibu juga maunya iah bantu ibu nyekolahin 5 adiknya dulu" kulihat gurat kegelisahan dalam wajah ibumu sahabatku, beliau tidak ikhlas membiarkanmu pergi. seperti sebuah paradigma lama kalau lamaran datang tidak boleh ditolak, mungkin itulah alasan mengapa lamaran pria itu diterima keluargamu meskipun dalam keadaan sulit. saat kutanya kepadamu akan kesiapanmu waktu itu kau menjawab "aku sudah lama berhubungan dengannya tapi aku tak pernah menceritakannya kepadamu jadi setelah hubungan itu mau apa lagi kalau tidak menikah, dari pada berdosa" dengan gigih kau menjawab. aku merasa kau sudah mantap dengan keputusanmu itu karena itu aku mendukungmu, walau aku melihat sebuah nuansa yang mengiris hati, bagaimana nanti keluargamu setelah kau tinggalkan? siapa yang akan membiayai adikmu? kau jelas tahu ayah dan ibumu hanya bisa bertahan untuk makan saja. tapi kau bilang "nanti mas akan bantu aku" begitu kau meyakinkan aku dan keluargamu bahwa kau akan bahagia.
-----------------------------------------------------------------------------

Pada hari pernikahanmu itu, aku datang bersama sahabat-sahabat kita, kau disana terlihat sangat cantik dengan gamis bunga berwarna biru yang indah bukan dengan kebaya yang biasanya memeriahkan adat kita. kau menyalami kami dan memeluk kami, kami pun mengucapkan selamat kepadamu, kau dan keluargamu menyuruh kami masuk dan mencicipi hidangan, tapi dimana suamimu? apa karena aku dan teman-teman datang di malam hari? tapi waktu baru menunjukkan pukul 8 malam? terlalu terlambatkah tamu berkunjung? kalau bukan karena pekerjaan, kami mungkin akan datang di siang atau pagi hari sewaktu akad nikahmu. ketika ku tanyakan kau menjawab "ada diluar lagi gobrol sama saudara" Iah, sahabatku sayang meskipun itu kamu atau siapa pun bukankah sebaiknya suamimu ada bersama kami, menjamu kedatangan kami, mengenal kami sahabat-sahabatmu, tidakkah ia harusnya tahu, atau memang seperti inikah sikap suamimu? bagaimana kami bisa mengenalnya? bagaimana harapanmu untuk kita selalu bersahabat sampai kakek nenek akan terwujud? Iah aku dan teman-teman benar-benar tidak mengerti ini. sepertinya kami akan kehilanganmu.
-----------------------------------------------------------------------------

Hari itu kami mengadakan buka puasa kau pun menjanjikan akan datang, sahabat-sahabatmu sangat antusias sekali menunggumu setelah 2 bulan pernikahanmu untuk mendengarkan cerita yang menarik darimu. kami menunggumu begitu lama sampai magrib akan datang setengah jam lagi. kau datang bersama suamimu, kau masuk kedalam rumah tapi tidak suamimu ia menunggu diluar, kami sudah menyuruh suamimu untuk masuk tapi ia tetap tidak bergeming, kau duduk dan berkata dengan lirihnya dengan ucapan maaf yang keluar dari bibir beserta nafas yang tersendat-sendat, kau harus pulang karena tidak boleh oleh suamimu. aku pun langsung mengiyakan dan mempersilakanmu pulang. tapi teman-teman kita sungguh kecewa sahabatku, sesungguhnya aku pun sama, mana janjimu yang dulu yang mengatakan" aku tidak akan berubah" tapi hari itu ku katakan kepada mereka sepertinya kamu sedang berbadan dua melihat nafasmu yang pendek-pendek, dan tubuhmu yang terlihat lebih gemuk, jadi tidak masalah kau tidak ikut, itu yang kukatakan pada mereka. tapi kemudian mereka mencerna kembali, mengapa sikap suamimu seperti itu,  menurut mereka bersopan santunlah dulu, masuk dan izinkanlah dirimu kepada kami, tidak seperti itu, diluar dan diam saja. kami jadi ragu apakah kau menikah dengan orang yang tepat.
-----------------------------------------------------------------------------

Aku sedang tidak dirumah tadi sedang belanja diwarung, adikku mengatakan kau datang bersama suamimu tetapi tidak masuk dan hanya menyerahkan dua lembar uang 50 ribu rupiah tanpa tambahan kata apapun. ketika kusampai adikku berkata kau datang menyerahkan uang. aku teringat akan gamis baru yang kuberikan kepadamu karena aku tidak muat, sahabatku apa aku pernah meminta ganti atas apa yang ku berikan padamu? aku ikhlas kenapa kau menggantinya dengan uang? dan juga dengan cara seperti itu? ini bukan dirimu, aku yakin ini bukan dirimu. seharusnya kau tunggu aku baru serahkan maksudmu, bagaimana mungkin kau meninggalkannya tanpa bertanya aku dahulu. disinilah penyakit itu menjamur, entah apa yang terjadi sesungguhnya padamu sahabatku... semua akan terjawab pada saatnya.
-------------------------------------------------------------------------------

Beberapa waktu yang lama aku tidak menengokmu sahabatku, karena tugas kuliah yang menumpuk, seminar praskripsi yang harus diselesaikan, serta kesibukanku mengajar membuatku tidak sempat mengunjungimu, tapi kalaupun aku akan berkunjung haruskah aku ketempat mertuamu, tahu saja tidak bagaimana aku akan kesana, tapi ketika kutemukan statusmu yang mengatakan ibumu sakit, dan ada titipan undangan pernikahn dari sahabat kita yang harus ku sampaikan kepadamu, aku datang, dan kau ada disana, dengan perut yang sudah agak membesar, "sudah berapa bulankah?" kau jawab "alhamdulillah sudah 5 bulan" ya..fisikmu berubah, menjadi gemuk dan tidak kurus seperti dulu, itulah resiko menjadi seorang ibu sahabatku, belum lagi ketika amanah Allah itu nanti datang ke dunia ini, tentunya kamu akan tambah repot. pikirku. ku amati rumahmu ketika terakhir kali aku datang saat pesta pernikahanmu dulu, tiak ada yang berubah, semua masih sama, hanya saja kulihat guratan sendu diwajah ibumu yang sudah terlampau tua dan ayahmu yang juga tampak semakin ringkih dan lelah, kulihat ayahmu sedang menyusun sebalok demi balok dinding diruang bagian depan yang dulu merupakan "pawon" yang selalu dipakai ibumu untuk memasak. aku bertanya"sedang membangun apa pak??" ayahmu pun menjelaskan bahwa ia sedang membuat kamar utukmu dan suamimu. subhanallah, betapa sayangnya ayahmu sahabatku, ia rela membangunkan kamar untukmu padahal ia telah seharian bekerja menjadi buruh bangunan disebuah pabrik. kemudian kutanyakan rasa penasaranku padamu " kamu mau tinggal disini lagi? tidak dirumah suamimu?" kau menjawab " mama habis sakit aku mau jaga mama, simas juga mengizinkan jadi aku memutuskan untuk tinggal disini". ya .. mungkin itu lebih baik sahabatku, mungkin ibumu merindukanmu, sehingga ia sakit karena memikirkanmu, bahkan ketika kutahu bahwa kamu memutuskan cuti kuliah karena hamil. itu juga yang mungkin dipikirkan ibumu, kata-katanya yang dulu masih tersirat jelas dibenakku bahwa ia ingin agar kau lulus kuliah. hidup adalah sebuah pilihan, dan mungkin seharusnya kau memilih sesuatu tidak hanya berdasarkan rasa sesaat.
-------------------------------------------------------------------------------

pesta pernikahan sahabat kita akan digelar besok, kau memutuskan tidak ikut karena suamimu melarangmu berpergian terlalu jauh karena kondisi kehamilanmu, ya.. aku dan sahabat kita yang lainnya memaklumi itu, kami memenuhi undangan tanpa kehadiranmu diantara kami, kadang aku berpikir apakah karena kau telah berumahtangga lantas kita tidak dapat berkumpul bersama lagi. sekenario kehidupan terlanjur berjalan, dulu kita sahabat tapi perjalan hidup merentangkan kia kepada jalan yang berbeda, kau dengan jalanmu, aku dengan jalanku, dan mereka dengan jalan mereka, tapi, sekali lagi tapi haruskah sebuah ukhuwah terputus lantaran kita menjalani kehidupan kita masing-masing. sahabatku aku berharap persahabatan kita ini bukan hanya sesuatu yang sesaat tetapi sebagai sesuatu yang utuh yang akan menjadi sebuah kisah klasik bagi masa depan.
-------------------------------------------------------------------------------

hari ini 18 maret 2012, akhirnya kita berkumpul ditengah perutmu yang sudah besar tepatnya 9 bulan, kau datang aku merindukan senyummu, senyum yang dulu selalu menghiasi hari-harimu, tapi kurasa senyum itu kian memudar seiring berjalannya waktu, aku menyapamu dengan tubuh yang lelah usai mengelilingi istora senayan untuk sebuah buku berjudul "Huru'in" kita berkumpul dirumah sahabat kita eci padahal tadinya hedak berkumpul dirumahmu. tapi karena sesuatu hal kita berkumpul ditempat yang berbeda, ditempat itu kita meluapkan rasa rindu kita, kau bercerita bahwa kau telah keluar dari rumah orang tuamu dan mengontrak, aku terkejut seperti mendengar sengatan halilintar, kenapa kau keluar padahal ayahmu sudah membangunkan kamar untukmu, dan ibumu bisa menjagamu ketika nanti kau melahirkan, tetapi malah tinggal dikontrakan yang sepi, otakku penuh tanda tanya dan kau menjawab dengan lembut" mas anak terakhir, dia risih setiap kali serumah dengan adikku yang banyak, jadi ya kami ngontrak, tapi nggak jauh kok dari rumah mama." astaghfirullah hal'azimm.. pikirku melayang ya,, aku berpikir bahwa suamimu bukanlah seeorang yang baik, ketika ia memutuskan untuk menikahimu berarti ia mencintaimu, dan ketika itu pula seharusnya ia mencintai keluargamu juga adikmu, terutama orang tuamu, sahabatku bagaimana engkau bisa begitu sabar, tidakkah kau seharusnya memikirkan perasaan kedua orang tuamu?
do'aku bersamamu sahabatku semoga engkau bahagia...
Label:
0 Responses

Posting Komentar