fnc muslimah
Sejenak membaca catatan Salim A. Fillah tentang Rasullullah membuat lidah saya kelu, tubuhpun seketika bergetar mengingat tentang kekasih Allah itu, seorang yang mengenalkan kita kepada islam, seorang yang mengenalkan kita kepada pencipta kita, ya... semua tentangnya... tentang rasul kita...

Karena tentangmu Ya RasulaLlah, ialah sebaik-baik kisah, seindah-indah cermin, semulia-mulia jalan, semurni-murni teladan.
Karena pada dirimu Ya RasulaLlah; sebening-bening hati, sejernih-jernih jiwa, sedalam-dalam ilmu, setepat-tepat fahaman.
Karena pada tindakmu Ya RasulaLlah; seikhlas-ikhlas niat, seihsan-ihsan amal, seteguh-teguh prinsip, sejelas-jelas ikatan.
Karena di tiap langkahmu Ya RasulaLlah; seagung agung akhlaq, seluhur-luhur budi, segenap-genap syukur, seutuh-utuh sabar.
Karena pada senarai hela nafasmu Ya RasulaLlah; ada sederu-deru dzikir, sesyahdu-syahdu khusyu’, setunduk-tunduk tawadhu’.
Karena detak jantungmu Ya RasulaLlah; segigih-gigih upaya, sesuci-suci doa, sepasrah-pasrah tawakkal, sebenar-benar taqwa.
Karena denyut nadimu Ya RasulaLlah; seberkah-berkah nafkah, setumpah-tumpah sedekah, setebar da’wah, senyata-nyata jihad.
Karena di deras darahmu Ya RasulaLlah; seruah-ruah perhatian, sedahsyat-dahsyat pengorbanan, sesejuk-sejuk kasih sayang.
Karena ucapanmu Ya RasulaLlah; sefasih-fasih kata, sedalam-dalam makna, sekokoh-kokoh hujjah, setampak-tampak pembuktian.
Karena pribadimulah Ya RasulaLlah; semesra-mesra suami, segagah-gagah ayah, semantap-mantap kakek, seakrab-akrab sahabat.
Karena engkaulah Ya RasulaLlah; setaat-taat hamba, serajin-rajin guru, seberani-berani panglima, sepuncak-puncak pemimpin.
Karena tapak hayatmu Ya RasulaLlah; sejelita-jelita hidup, selurus-lurus titian, seberat-berat liku, sewujud-wujud cinta.
Karena dalam sakarat Ya RasulaLlah, kau tegaskan cinta tuk kami; moga kau sambut di telaga, moga kau wasilahi syafa’atNya.Inilah kami ummatmu; sejenak duduk menyimak sahajamu, mendaras teladanmu, mengkaji sunnahmu, mengittiba’ pengabdianmu.  #Isra'mikraj


fnc muslimah

Terbayang dalam imajinasi saya, bagaimana kata-kata itu terbata-bata keluar dari lisan Rasulullah, dalam rasa takut yang mencekam, dan dada yang sesak, merinding, juga dengan keringat yang menderas, serta wajah yang pucat pasi. Jawaban itu diungkapkan Rasulullah ketika Jibril menemuinya di Gua Hira’ dan berkata kepadanya, “IQRA’! Bacalah!”

“Ma anaa bi qari (aku tak bisa membaca)”

Untuk kedua kalinya Rasulullah memberikan jawaban. Namun Jibril terus mendesak dan memaksa. Didekapnya Rasulullah hingga Rasulullah nyaris kehilangan nafas. “IQRA! Bacalah!”

“Ma anaa bi qari (aku tak bisa membaca)” jawaban Rasulullah tak berubah.

Hingga untuk yang ketiga kali, Jibril kemudian membimbingnya…

"Iqra' bismi rabbikalladzii khalaq. Khalaqal insaana min'alaq. Iqra' warabbukal akram. Alladzii 'allama bil qalam. 'Allamal insaana maa lam ya'lam. 'Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya…” (Al Alaq 1-5)

Sahabat,

Menyimak episode turunnya wahyu Al Qur’an yang pertama itu, semoga kita teringatkan pada satu kata yang seharusnya menggugah dan menggerakkan kita untuk segera beramal. Dan satu kata itu adalah “IQRA! Bacalah!”. Ya. Inilah satu kata yang menjadi wahyu pertama Allah pada Rasulullah. Inilah satu kata yang telah mengubah wajah dunia. “IQRA! Bacalah!”

“Barangsiapa membaca satu huruf dari Al Qur’an maka ia akan memperoleh satu kebaikan. Setiap kebaikan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf. Tetapi alif itu satu huruf, laam itu satu huruf, dan miim itu satu huruf” (HR. Tirmidzi)

Sahabat,

Ribuan huruf menunggu, untuk kita eja. Setiap satu huruf akan memperoleh satu kebaikan, dan setiap kebaikan dibalas 10 kali lipat. Dari lafaz basmalah saja, ada 19 huruf akan tereja. Itu berarti ada 190 kebaikan pahala akan kita dapatkan insya Allah. Lalu bagaimana dengan ayat-ayat yang lain? Dalam satu juz Al Qur’an, akan kita temukan sekitar 10 ribu huruf. Bahkan mungkin lebih. Bayangkan! Berapa pahala kebaikan akan kita lewatkan jika kita lalai dari membacanya? Sedangkan kita tahu, Rasulullah telah berpesan, khatamkanlah al Qur’an dalam 30 hari. Itu berarti, dalam sehari paling tidak kita seharusnya membaca satu juz dari Al Qur’an. Maka sesungguhnya, 10 ribu huruf menunggu untuk kita baca setiap harinya. Ribuan huruf menunggu untuk kita eja. Dan ingatlah, di setiap huruf tersimpan 10 kebaikan pahala. Akankah kita menyia-nyiakannya?

“Alif Laam Raa. (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Teliti..” (QS. Hud 1)

Sahabat,

Ribuan huruf menunggu, untuk kita rangkai. Dari huruf-huruf yang terangkai, akan terbaca kalimat-kalimat petunjuk dari Allah, akan terbaca kalimat-kalimat yang terang, kalimat-kalimat yang bercahaya, kalimat-kalimat yang menuntun manusia dari gelap menuju cahaya, kalimat-kalimat yang menerangi hati dalam dada. Tidakkah kita percaya?

“Dia lah yang menurunkan kepada hamba-hambaNya ayat-ayat yang terang (Al Qur’an) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya…” (Al Hadiid 9)

Sahabat,

Ribuan huruf menunggu, untuk kita senandungkan. Diantara ribuan senandung, saya percaya sahabat semua sepakat, senandung ayat Qur’an adalah senandung yang paling menentramkan, dan paling memberikan ketenangan. Maka senandungkan dengan khusyu’ perlahan. Sebagaimana senandung sahabat Ibnu Mas’ud ra, yang mampu membuat air mata Rasulullah menitik...

Ibnu Mas’ud ra bertutur,

"Rasulullah berkata kepadaku: `Hai Ibnu Mas'ud, bacakanlah Al Qur'an untukku!` Lalu aku menjawab: `Apakah aku pula yang membacakan Al Qur'an untukmu, ya Rasulullah, padahal Al Qur'an itu diturunkan Rabb kepadamu?` Rasulullah menjawab: `Aku senang mendengarkan bacaan Al Qur'an itu dari orang lain.` Kemudian Ibnu Mas'ud membacakan beberapa ayat dari surat An Nisaa'. Maka tatkala bacaan Ibnu Mas'ud sampai kepada ayat 41 yang artinya:

"Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul dan nabi) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (umatmu);"

sedang ayat itu sangat mengharukan hati Rasulullah, lalu beliau berkata: `Cukuplah sekian saja, ya Ibnu Mas'ud!` Ibnu Mas'ud melihat Rasulullah meneteskan air matanya serta menundukkan kepalanya (HR. Bukhari)

Sahabat,

Jika kita mengaku mencintai Allah, dan jika kita mengaku mencintai Rasulullah, cukuplah itu menjadi alasan bagi kita untuk mencintai Al Qur’an. Dan salah satu tanda cinta itu, adalah dengan senantiasa membacanya. Bacalah surat cintaNya, dan bacalah warisan peninggalan Rasulullah tercinta. Akankah kita biarkan ribuan huruf itu terus menunggu, selamanya hening membisu, diam tak bicara di sudut meja? Belumkah datang saatnya bagi kita untuk tunduk menekuri huruf-huruf dari kalam yang suci?

“Belum kah tiba waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk menundukkan hati mereka mengingat Allah dan (tunduk) kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). Dan janganlah mereka seperti orang-orang sebelumnya yang telah diturunkan Al Kitab, kemudian berlalu lah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. al-Hadid : 16)

Sahabat,

Ribuan huruf menunggu, untuk kita eja. Maka ejalah dengan gembira. Sungguh di setiap hurufnya tersimpan sepuluh kebaikan pahala…

Ribuan huruf menunggu, untuk kita rangkai. Maka rangkailah menjadi kalimat-kalimat bercahaya penerang hati dalam dada…

Ribuan huruf menunggu, untuk kita senandungkan. Maka senandungkan dengan khusyu’ perlahan, dalam lantunan ayat suci nan menentramkan…

Ribuan huruf menunggu, sampai kapan kita membiarkan mereka menunggu? Adakah kita masih memiliki cukup waktu?



Wallahu a’lam


fnc muslimah
“Saat paling dekat bagi hamba dengan Tuhan nya adalah ketika ia bersujud. Maka perbanyaklah doa ketika kalian bersujud.”

(HR. Muslim, Abu Dawud, An Nasa’i)

“Tahukah kalian kemanakah matahari itu pergi?”

Seperti halnya saya, saya yakin sebagian Sahabat tercenung dan termenung ketika mendengar pertanyaan ini. Pertanyaan inilah yang suatu kali diungkapkan Rasulullah pada para sahabatnya ketika matahari terbenam di suatu petang. Jawaban para sahabat kala itu, “Allah dan RasulNya lebih mengetahui.”

Kemudian Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya matahari ini berjalan sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy, lalu dia bersujud. Dia tetap selalu seperti itu sehingga dikatakan kepadanya: ‘Bangunlah! Kembalilah seperti semula engkau datang’, maka dia pun kembali dan terbit dari tempat terbitnya, kemudian dia berjalan sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy, lalu dia bersujud. Dia tetap selalu seperti itu sehingga dikatakan kepadanya: ‘Bangunlah! Kembalilah seperti semula engkau datang’, maka dia pun kembali dan terbit dari tempat terbitnya, kemudian berjalan sedangkan manusia tidak menganggapnya aneh sedikitpun darinya sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy,”

Rasulullah melanjutkan, “lalu dikatakan padanya: ‘Bangunlah, terbitlah dari arah barat’, maka dia pun terbit dari barat.”

Sampai pada penggal ini, Rasulullah kemudian bertanya pada para sahabat, “Tahukah kalian kapan hal itu terjadi?”

Dan Rasulullah menjawab sendiri pertanyaan itu, “Hal itu terjadi ketika tidak bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu atau dia belum mengusahakan kebaikan dalam masa imannya.”(HR. Bukhari Muslim)

Sahabat,

Mengawali tulisan ini dengan hadits diatas, saya tidak bermaksud memasuki perdebatan panjang yang masih diperselisihkan antara teori ‘bumi mengelilingi matahari’ dengan teori ‘matahari mengelilingi bumi’. Saya merasa tidak memiliki kapasitas ilmu dalam hal itu. Yang ingin saya sampaikan lewat hadits itu adalah sebuah kebenaran yang disampaikan Rasulullah -yang sampai saat ini masih membuat saya tertakjub-takjub- yakni bersujudnya matahari di bawah ‘Arsy Allah. Ya, matahari bersujud pada Allah. Dari sinilah kita akan berbincang lebih jauh setelah ini…



“Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? … “ (Al-Hajj 18 )



Sahabat,

Bersujud matahari dengan cara yang tak kita mengerti. Bersujud pula rembulan dengan cara yang tak mampu kita bayangkan. Dan bersujud seluruh semesta dengan keteraturan yang tak terkira. Tunduk dan patuh mereka pada Allah. Baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa. Bersujud pula bayang-bayang mereka di pagi dan petang hari…

“Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari”. (Ar-Ra’d 15 )

Sahabat,

Jika matahari, bulan, dan bintang-bintang bersujud pada Allah, tunduk dan patuh pada Allah, pantaskah kita manusia yang begitu lemah ini menolak bersujud pada Allah? Jika kita tak lebih digdaya dari matahari, tak lebih perkasa dari bulan, dan tak lebih hebat dari bintang-bintang, dengan alasan apakah kita menolak bersujud pada Allah? Bukankah Allah Maha Besar lagi Maha Perkasa?

Lalu,

Adakah kita mengaku sebagai hamba Allah yang beriman, yang tak hendak sombong kepadaNya, sedangkan kita mengingkari perintah bersujud di masjid-masjid Allah itu? Adakah kita juga mengaku sebagai hamba berbakti, yang tak hendak sombong kepadaNya, sedangkan kita melalaikan perintah bersujud di rumah-rumah Allah itu?



Sahabat,

Sungguh, tidak ada yang menghalangi iblis memenuhi perintah Allah untuk sujud kepada Adam, kecuali kesombongan dalam dirinya. Ya, dosa kesombongan. Inilah dosa iblis yang membuatnya menerima murka Allah dan terusir dari surga…

“Allah berfirman: “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?”.Iblis berkata: “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”.Allah berfirman: “Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan” (QS. Shaad 75-78)

Walau hanya setitik, sungguh tidak ada tempat di surga bagi hamba-hamba Allah yang sombong… Astaghfirullah…

Tidak akan masuk ke dalam surga orang yang dalam hatinya terdapat setitik kesombongan. (HR Muslim)

Sahabat,

Maka menjadilah kita bagian dari orang-orang yang memperbanyak sujud pada Allah. Mereka yang melewati waktu di dunia dengan memperbanyak sujud, maka tanda bekas sujud akan kita temukan di wajah mereka. Namun tanda bekas sujud itu, bukan dahi yang hitam atau kasar sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan orang selama ini.. Melainkan wajah yang teduh, tawadlu, dan bercahaya.. Pendapat inilah yang yang dapat kita telusuri dalam tafsir Ibnu Katsir..wallahu a’lam..

“.. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya, tanda-tanda mereka tampak di wajah mereka dari bekas sujud..” (Al Fath 29)

Sahabat,

Mereka yang ahli sujud, adalah mereka yang memiliki hati yang peka dan perasaan yang halus. Di setiap kali mendengar ayat-ayat Qur’an, mendengar nasehat, atau melihat segala hal yang mengingatkan pada akhirat, hal itu memberikan pengaruh yang begitu dahsyat pada diri mereka…

“..Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu`” (Al Isra’ 107-109)

Adegan dalam ayat ini, adalah adegan yang sungguh menyentuh perasaan, demikian Sayyid Quthb menguraikan dalam tafsirnya. Yakni adegan orang-orang yang diberi ilmu. Ketika mendengar Al Qur’an, mereka khusyuk dan menjatuhkan diri karena sujud. Mereka tidak mampu mengendalikan diri mereka. Mereka bukan ‘sekedar’ sujud, tetapi menjatuhkan diri ke kening untuk sujud. Lalu lidah mereka bereaksi mengucapkan apa yang berkecamuk di perasaan mereka, “Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi..”. Kepekaan hati mereka begitu kuat, perasaan mereka begitu halus. Dan kata-kata tidak cukup merefleksikan apa yang bergejolak di hati mereka. Maka air mata pun mengucur deras, menggambarkan kepekaan dan halusnya perasaan mereka…

“.. Dan mereka menjatuhkan diri ke kening mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk..” (Al Isra’ 109)

Sahabat,

Bersujud matahari dengan cara yang tak kita mengerti. Bersujud pula rembulan dengan cara yang tak mampu kita bayangkan. Dan bersujud seluruh semesta dengan keteraturan yang tak terkira.. Masing-masing telah mengetahui cara sujudnya pada Allah. Maka semoga demikian pula dengan kita. Rebahkanlah kesombongan kita dan merendahlah. Letakkan dahi merapat ke bumi, bersujud memohon ampun dan meng-eja pinta kepadaNya. Semoga Dia berkenan Mendengar do’a kita, meski kadang kita lalai dari mendengar titahNya…

“Saat paling dekat bagi hamba dengan Tuhan nya adalah ketika ia bersujud. Maka perbanyaklah doa ketika kalian bersujud.” (HR. Muslim, Abu Dawud, An Nasa’i)

Dan sungguh, sujud-sujud kita di masjid-masjid Allah itu, di rumah-rumah Allah itu, adalah sebagai bentuk pengakuan kita, bahwa kita tak layak sombong pada Pemilik ‘Arsy, Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar…